Apakah Guru Sudah Siap Menghadapi Era Digital
![]() |
| Ilustrasi Guru Mengajar |
Sebuah Kelas di Ujung Layar
Kasakti.com - Aku masih ingat pertemuan daring pertama yang kuikuti di sebuah sekolah negeri di kota kecil. Sebagian guru tampak bingung dengan layar, aplikasi, dan notifikasi yang saling bersahutan. Murid-muridnya, generasi yang lahir dengan jari gesit, menatap guru dengan ekspresi sabar tapi menunggu perubahan.
Salah seorang guru, seorang wanita paruh baya, menghela napas panjang dan berkata, “Dulu kami mengajar dengan papan tulis dan buku, sekarang semuanya harus serba digital. Aku takut tertinggal.”
Aku tersentak. Ketakutan itu bukan sekadar personal; ia mencerminkan kegagalan sistem pendidikan dalam menyiapkan guru menghadapi era digital.
Guru dan Tantangan Era Digital
Era digital bukan hanya soal teknologi. Ia menuntut cara berpikir baru, metode pengajaran baru, dan interaksi yang lebih dinamis antara guru dan murid. Namun kenyataannya, banyak guru masih bergulat dengan perangkat dan platform, sementara murid-murid mereka sudah melompat beberapa langkah di depan.
Ketertinggalan ini menciptakan jurang: bukan jurang ilmu, tapi jurang kepercayaan diri guru. Ketika guru merasa kalah, murid pun kehilangan panduan yang seharusnya memberi arah.
Sistem Pendidikan yang Belum Siap
Kita harus mengakui: guru bukan satu-satunya yang “tidak siap”. Sistem pendidikan sering terlambat menyesuaikan kurikulum, pelatihan, dan infrastruktur untuk era digital.
1. Kurikulum yang Statis
Kurikulum nasional masih menekankan hafalan dan ujian, bukan literasi digital dan berpikir kritis. Guru dipaksa menyesuaikan diri pada sistem yang seakan tidak ingin berubah, padahal dunia di luar kelas bergerak cepat.
2. Pelatihan Guru yang Terbatas
Pelatihan guru digital biasanya bersifat sporadis, tidak merata, dan lebih banyak teori daripada praktik. Akibatnya, guru menghadapi teknologi baru tanpa dukungan nyata, membuat mereka stres dan merasa tidak kompeten.
3. Infrastruktur yang Tidak Merata
Internet lambat, perangkat terbatas, dan sekolah yang kekurangan fasilitas menjadi hambatan nyata. Guru mungkin ingin memanfaatkan teknologi, tapi sistem fisik menahan mereka.
Narasi Guru yang Terlupakan
Aku pernah berbicara dengan seorang guru matematika di sekolah negeri pinggiran. Ia bekerja dengan laptop tua dan koneksi internet yang putus-putus. “Aku ingin murid-muridku mendapatkan pendidikan yang layak,” katanya, “tapi bagaimana caranya kalau sistemnya tidak mendukung?”
Kisah seperti ini sering hilang dari statistik. Guru bekerja keras, tapi keterbatasan teknologi, pelatihan, dan kebijakan membuat mereka terjebak di antara harapan dan realita.
Kritik Tajam terhadap Sistem
Masalah guru era digital bukan hanya tentang individu guru. Ia adalah masalah sistem: kurikulum lambat, pelatihan terbatas, dan infrastruktur tidak merata.
Ketika guru merasa tidak siap, murid kehilangan kesempatan berkembang. Dan ketika murid kehilangan kesempatan berkembang, negara kehilangan sumber daya manusia yang kompeten untuk masa depan.
Kegagalan menyiapkan guru berarti kita secara kolektif mengorbankan generasi yang akan datang. Dan yang paling ironis: kita terus memuja teknologi dan inovasi, tapi lupa bahwa teknologi hanyalah alat tanpa guru yang siap, teknologi tidak berarti apa-apa.
Baca Juga: Apakah Bimbel Menggantikan Peran Sekolah
Ajakan Moral: Guru, Sistem, dan Masa Depan
Jika kita sungguh peduli pada pendidikan, kita harus bertindak sekarang: memperkuat pelatihan guru, memperbaiki infrastruktur, dan menyesuaikan kurikulum agar relevan dengan era digital.
Guru adalah jantung pendidikan. Jika mereka lemah atau tertinggal, seluruh sistem pendidikan akan gagal. Era digital bukan ancaman; ia adalah kesempatan. Tapi kesempatan itu hanya nyata jika guru dipersiapkan dengan sungguh-sungguh.
Jadi pertanyaannya bukan lagi “Apakah guru siap?” tapi “Apakah kita, sebagai masyarakat dan pemerintah, siap mendukung mereka?” Karena masa depan pendidikan bergantung pada jawaban kita.

Kasakti